Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia
C.
Kelas Kata Dalam
Bahasa Indonesia
Berikut adalah penjabaran dari
jenis-jenis kelas kata dalam bahasa Indonesia oleh Harimurti Kridalaksana:
1.
Verba
Kata dikatakan berkategori verba
jika dalam frasa dapat didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan
tidak dapat didampingi partikel di, ke, dari, atau dengan partikel
seperti sangat, lebih, atau agak. Berdasarkan bentuknya verba
dibedakan menjadi:
a. Verba Dasar Bebas
Adalah verba yang berupa morfem
dasar bebas.
Contoh: nonton, makan, mandi,
minum, pergi, pulang, lari, loncat.
b. Verba Turunan
Adalah verba yang telah mengalami
afiksasi, reduplikasi, gabungan proses atau berupa paduan leksem. Bentuk
turunannya, yaitu:
1)
Verba Berafiks
Contoh: berdandan, terbayang, kerinduan,
kecelakaan, memasak, bekerja, menjalani.
2)
Verba Bereduplikasi
Contoh: lari-lari, ingat-ingat, maju-maju,
semangat-semangat, malas-malas.
3)
Verba Berproses Gabungan
Contoh: bercanda-canda, tersenyum-senyum,
terbayang-bayang, berandai-andai.
c. Verba
Majemuk
Contoh: buah tangan, cuci mata, unjuk gigi, adu
domba, campur tangan, main hakim.
Subkategorisasi
verba dapat dibagi sebagai berikut.
1.
Berdasarkan
Banyaknya Nomina yang Mendampingi
a) Verba Intransitif
Verba Intransitif adalah verba
yang menghindarkan objek. Klausa yang memakai verba ini hanya mempunyai satu
nomina. Dalam verba ini terdapat verba yang berpadu dengan nomina,
misalnya alih bahasa, campur tangan, cuci mata, bersepeda, bersepatu.
Ada juga verba yang tidak bisa bergabung dengan perfiks me-, ber- tanpa
mengubah makna dasarnya, disebut kata kerja aus.
Contoh: ada, balik (= kembali), bangun, benci akan,
cinta akan, diam (= tidak bergerak).
b) Verba Transitif
Adalah verba yang harus mendampingi obyek. Berdasarkan
banyaknya obyek, terdapat beberapa verba:
-
Verba monotransitif, yaitu verba
yang mempunyai satu obyek.
Contoh: saya (S) membeli buku (O).
-
Verba bitransitif, yaitu verba yang
mempunyai dua obyek.
Contoh: ibu (S) membawa adik (O tak
langsung) kue (O langsung).
-
Verba ditransitif, yaitu verba yang
obyeknya tidak muncul.
Contoh: Adik sedang makan.
2. Berdasarkan Hubungan Verba dengan Nomina
a) Verba aktif, yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai pelaku,
biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.
Contoh: Aku menunggu hingga
akhir waktu.
Jika ditandai dengan sufiks –kan, akan bermakna
benefaktif atau kausatif.
Contohnya: Ibu memasakkan
ayah rendang.
Jika ditandai dengan sufiks –i
, akan bermakna lokatif atau repetitif.
Contoh: Inez mengambili
kerikil di halaman.
b) Verba pasif, yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai
penderita, sasaran, atau hasil. Biasanya diawali dengan prefiks di- atau
ter-. Apabila ditandai dengan prefiks ter- maka bermakna
perfektif.
Contoh: Orang itu tertabrak mobilku.
Pada umumnya verba pasif dapat diubah menjadi verba
aktif dengan cara mengganti afiksnya.
Contoh: Orang itu tertabrak mobilku —– Mobilku menabrak
orang itu.
c. Verba anti-aktif (ergatif), yaitu verba
pasif yang tidak dapat diubah menjadi verba aktif dan subyeknya merupakan
penanggap (menderita, merasakan).
Contoh: Jariku tertusuk jarum.
d. Verba anti-pasif, yaitu
verba yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Contoh: Ia mencium kening Rina untuk terakhir
kalinya.
3.
Berdasarkan
Interaksi antara Nomina Pendampingnya
a. Verba resiprokal, yaitu verba
yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut
dilakukan dengan saling berbalasan. Beberapa bentuk verba resiprokal:
1)
ber+calon verba yang mempunyai sifat
resiprokal, contoh: berperang
2)
ber+verba dasar+an, contoh: berpegangan
3)
ber+reduplikasi verba dasar+an,
contoh: bersalam-salaman
4)
saling me+verba dasar+i, contoh: saling
memukuli
5)
baku+verba dasar, contoh: baku
tembak
6)
verba dasar1 + me+
verba dasar2, contoh: tolong menolong
7)
reduplikasi verba + an, contoh: cubit-cubitan
8)
saling ter- verba dasar, contoh: cubit-cubitan
9)
saling ke+verba dasar+an, contoh: saling
kehilangan
10) me+verba+
-i/-kan+satu sama lain, contoh: memaafkan satu sama lain.
b. Verba non-resiprokal, yaitu
verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak
saling berbalasan.
4.
Berdasarkan
Referensi Argumennya
a. Verba
refleksif, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang sama.
b. Verba
non refleksi, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang
berlainan.
5.
Berdasarkan
Hubungan Identifikasi antara Argumen-argumennya
a. Verba
kopulatif, yaitu verba yang mempunyai potensi untuk ditanggalkan tanpa mengubah
konstruksi predikatif yang bersangkutan.
Contoh: merupakan, adalah.
b. Verba
ekuatif, yaitu verba yang mengungkapkan ciri salah satu argumennya.
Contoh: berjumlah, berlandaskan.
Verba Telis
dan Verba Atelis
a. Verba telis
menyatakan bahwa perbuatan tuntas atau bersasaran, sedangkan verba atelis
menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas.
Contoh: Ayah mencangkul sawah—ayah bercangkul
sawah.
b. Verba
performatif dan verba konstatatif, dibedakan menjadi:
1) verba
performatif, yaitu verba dalam kalimat yang secara langsung mengungkapkan
pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan kalimat.
Contoh: mengucapkan, menyebutkan
2) verba
konstatif, yaitu verba dalam kalimat yang menyatakan atau mengandung gambaran
tentang suatu peristiwa.
Contoh: menulis, menembaki.
Perpindahan Kategori
Selain bentuk dasar dan turunan
verbal murni, terdapat pula verba yang berasal dari kategori lain, verba
demikian ialah:
1) Verba denominal, yaitu verbayang berasal dari
nomina,
Contoh: memahat, membatu, berduri,
berbudaya
2) Verba adjektival, yaitu verba yang berasal
dari ajektiva,
Contoh: menghina, meyakinkan
3)
Verba deadverbial, yaitu verba yang berasal
dari adverbial
Contoh: menyudahi, bersungguh-sungguh.
2.
Ajektiva
Ajektiva adalah kategori yang
ditandai oleh kemungkinannya untuk bergabung dengan partikel tidak, mendampingi
nomina, atau didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, mempunyai
ciri-ciri morfologis seperti –er (dalam honorer), -if (dalam
sensitif), dan –i (dalam alami), dan dibentuk menjadi nomina dengan
konfiks ke-an seperti keyakinan. Dari bentuknya ajektiva dapat dibedakan
menjadi:
a. Ajektiva Dasar
1)
Dapat diuji dengan kata sangat,
lebih, misalnya: adil, agung, bahagia, bersih, cemberut, canggung, dungu,
disiplin, enggan, elok, fanatik, fatal, ganteng, galau, haus, halus, indah,
iseng, jelita, jahat, kenyal, kabur, lambat, lancar, mahal, manis, nakal,
netral, otentik, padat, paham, ramai, rapat, sadar, sabar, taat, takut, untung,
ulet, dan sebagainya.
2)
Tidak dapat diuji dengan kata
sangat, lebih, misalnya: buntu, cacat, gaib, ganda, genap, interlokal,
kejur, lancing, langsung, laun, musnah, niskala, pelak, tentu, tunggal, dsb.
b. Ajektiva Turunan
1)
Ajektiva turunan berafiks misalnya terhormat.
2)
Ajektiva bereduplikasi, misalnya ringan-ringan.
3)
Ajektiva berafiks R-an atau ke-an,
misalnya kemalu-maluan.
4)
Ajektiva berafiks –i, misalnya alami,
alamiah (alam).
5)
Ajektiva yang berasal dari pelbagai
kelas dengan proses-proses sebagai berikut.
-
Deverbalisasi, misal: mencekam,
menjengkelkan, terpaksa, tersinggung, dan sebagainya.
-
Denominalisasi, misal: pelupa,
pemalas, rahasia, perwira, ahli, malam, panjang, dan sebagainya.
-
De-adverbialisasi, misal: bertambah,
melebih, mungkin, menyengat, berkurang, dan sebagainya.
-
Denumeralia, misal: menunggal,
mendua, menyeluruh.
-
De-interjeksi, misal: aduhai,
asoi, sip, wah, yahud.
c.
Ajektiva
Majemuk
1) Subordinatif:
kepala dingin, juling bahasa, buta huruf, keras kepala, tipis bibir, sempit
hati, patah lidah, panjang akal, cepat lidah, besar mulut, busuk tangan, lupa
daratan, dll.
2) Koordinatif: lemah gemulai,
riang gembira, suka duka, lemah lembut, tua muda, senasib seperjuangan, letih
lesu, gagah perkasa, aman sentosa, besar kecil, baik buruk, dll.
Subkategorisasi ajektiva, dibagi ke
dalam dua macam kategori ajektiva sebagai berikut.
1) Ajektiva
predikatif, yaitu ajektiva yang dapat menempati posisi predikat dalam klausa,
misalnya susah, hangat, sulit, mahal
2) ajektiva
atributif, yaitu ajektiva yang mendampingi nomina dalam frase nominal, misalnya
nasional, niskala
3) ajektiva
bertaraf, yakni yang dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan
sebagainya seperti pekat, makmur
4) ajektiva tak
bertaraf, yakni yang tidak dapat berdampingan dengan agak, sangat,
dan sebagainya, seperti nasional, intern.
Pemakaian Ajektiva ajektiva
dapat mengambil bentuk perbandingan, dan perbandingan itu dapat dibagi atas
empat tingkat.
1) Tingkat
positif, yaitu yang menerangkan bahwa nomina dalam keadaan biasa.
Contoh: Kamarku sempit.
2) Tingkat
komparatif yang menerangkan bahwa keadaan nomina melebihi keadaan nomina lain.
Contoh: Kamarku lebih sempit dari pada kamar adikku.
3) Tingkat
superlatif, yang menerangkan bahwa keadaan nomina melebihi keadaan beberapa
atau semua nomina lain yang dibandingkannya.
Contoh: Shinta murid yang paling cantik di
kelas. Dapat pula dinyatakan dengan prefiks –ter, menjadi: Shinta murid tercantik
di kelas.
4) Tingkat
eksesif, yang menerangkan bahwa keadaan nomina berlebih-lebihan.
Contoh: Pertunjukan pagi itu amat sangat ramai.
Selain itu, dapat pula menggunakan dengan kata alangkah,
bukan main, dan maha.
3.
Nomina
Nomina adalah kategori yang secara
sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak
dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Nomina
berbentuk:
a. Nomina dasar, seperti radio, udara, kertas, barat, kemarin,
dll.
b. Nomina turunan, terbagi atas:
1) Nomina
berafiks, seperti keuangan, perpaduan, gerigi.
2) Nomina
reduplikasi, seperti gedung-gedung, tetamu, pepatah.
3) Nomina hasil
gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambungan.
4) Nomina yang
berasal dari pelbagai kelas karena proses:
- deverbalisasi,
seperti pengangguran, pemandian, pengembangan, kebersamaan
- deajektivalisasi,
seperti ketinggian, leluhur
- denumeralisasi,
seperti kepelbagaian, kesatuan
- deadverbialisasi,
seperti keterlaluan, kelebihan
- penggabungan,
seperti jatuhnya, tridarma.
c. Nomina paduan leksem, seperti daya juang, cetak
lepas, loncat indah, tertib acara, jejak langkah.
d. Nomina paduan leksem gabungan, seperti pendayagunaan,
ketatabahasaan, pengambilalihan, kejaksaaan tinggi.
Subkategorisasi terhadap
nomina dapat dilakukan dengan membedakan:
1. Nomina Bernyawa dan Nomina Tak Bernyawa
Nomina bernyawa dapat disubtitusikan dengan ia atau
mereka, sedangkan yang tak bernyawa tidak.
a. Nomina Bernyawa dapat dibagi atas:
1) Nomina persona (insan), memiliki
ciri-ciri a) dapat disubtitusikan dengan ia, dia, atau mereka, b)
dapat didahului partikel si. Yang tergolong dalam nomina persona ialah:
a) Nama
diri, seperti Meilan, Byan, Adit. Nama diri sebagai nama tidak dapat
direduplikasikan. Bila direduplikasikan ia menjadi nomina kolektif.
b) Nomina
kekerabatan, seperti kakek, nenek, kakak, adik, bapak, ibu, anak.
c) Nomina
yang menyatakan orang atau yang diperlakukan seperti orang, seperti tuan,
nyonya, nona, raksasa, hantu, malaikat.
d) Nama
kelompok manusia, seperti Jepang, Malaysia, Minang kabau.
e) Nomina
tak bernyawa yang dipersonifikasikan seperti MPR (nama lembaga.)
2) Flora
dan fauna mempunyai ciri sintaksis
a) tidak
dapat disubtitusikan dengan ia, dia, mereka,
b) tidak
dapat didahului partikel si, kecualii flora dan fauna seperti yang
personifikasikan dengan si kancil, si kambing.
2. Nomina Tak Bernyawa dapat dibagi:
a) Nama
lembaga, seperti DPR, MPR, DPRD, UUD.
b) Konsep
geografis, seperti Bali, Purbalingga, utara, selatan hilir, hulu.
c) Waktu,
seperti Senin, Rabu, Mei, besok, lusa, 1988.
d) Nama bahasa,
seperti bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Banyumas.
e) Ukuran dan
takaran, seperti karung, guni, pikul, gram, ons, kilometer
f) Tiruan
bunyi, seperti aum, dengung, kokok.
3. Nomina Terbilang dan Nomina Tak Terbilang
Nomina terbilang ialah nomina yang
dapat dihitung dan dapat didampingi oleh numeralia, seperti buku, sepeda,
kursi, meja. Nomian tak terbilang ialah nomina yang tidak dapat didampingi
oleh numeralia seperti kebersihan, kesucian; termasuk pula nama diri dan
nama geografis.
4. Nomina Kolektif dan Bukan Kolektif
Nomina kolektif mempunyai ciri dapat
disubtitusikan dengan mereka. Nomina kolektif terdiri atas nomina dasar
seperti tentara, keluarga; dan nomina turunan seperti tepung-tepungan, minuman,
wangi-wangian.
Contoh nomina kolektif:
asinan cairan hadirin lauk-pauk buah-buahan
aubade
catatan jamaah masyarakat
duet
batalyon
dasar kawanan ratusan tritunggal
Penggunaan nomina di samping
untuk menunjuk benda juga dipakai sebagai berikut.
1. Sebagai
penggolong benda, yang dipakai bersama numeralia untuk menandai kekhususan
nomina tertentu. Contoh: bahu, carik, kecap, pucuk.
2. Nomina tempat dan arah, seperti kanan,
kiri, barat, selatan.
3. Tiruan
bunyi, seperti aum, deram, deru, krang kring.
4. Makian,
seperti monyet, anjing, bangsat.
5. Sapaan,
dibagi atas enam:
a. nama
diri, seperti Mari ke sini, Mey.
b. nomina
kekerabatan: Kak, kok baru pulang?
c. gelar
dan pangkat: Selamat pagi, Prof.
d. kata
pelaku yang berbentuk pe + verb: Pendengar yang terhormat.
e. bentuk
nomina + -ku: oh Tuhanku, ampuni dosa-dosa hamba.
f. nomina
lain: Ini jaket Tuan.
6. Kuantita,
seperti
Bidang , cekak , gelas, hasta ,langkah pikul, bongkah,
depa, goni, ikat, onggok puntung
Canting, dulang,
guci, kepal,papan, tusuk
7. Ukuran,
seperti gram, kilo, ons, sentimeter, kilogram, inci.
8. Petunjuk
waktu, seperti kemarin, lusa, besok, petang, malam, zaman.
9. Hipostatis,
yaitu kata berkelas apa saja yang “diangkat” dari wacana dan dibicarakan dalam
metabahasa, misalnya kata berat dalam kalimat “berat terdiri dari lima fonem,
dan maknanya berlawanan dengan ringan”.
Proses nominalisasi ialah
proses pembentukan nomina yang berasal dari morfem atau kelas kata yang lain.
Proses ini dapat terjadi dengan:
1. Afiksasi
Berdasarkan pada kemungkinan kombinasinya, nomina
turunan dapat dibagi atas bentuk yang beafiks dengan:
a. ke-,
pe-, dan per-, contoh: pembicara, pelaut, keamanan, pertapa
b. an-,
contoh: sayuran, manisan
c. ke-an,
pe-an, dan per-an, contoh: pemeriksaan, penghargaan, pertanyaan
2. Proses
nominalisasi dengan si dan sang, contoh: si manis, si kecil,
sang dewi.
3. Proses
nominalisasi dengan yang, dengan menambahkan yang di depan dasar kita
diperoleh bentuk nomina seperti: yang lari, yang cantik.
4. Pronomina
Pronomina adalah kategori yang
berfungsi untuk menggantikan nomina, yang digantikan itu disebut anteseden.
Subkategorisasi, pronominal
1. Dilihat
dari hubungannya dengan nomina, yaitu ada atau tidaknya anteseden dalam
wacana. Berdasarkan hal itu, dibagi lagi menjadi:
a. Pronomina Intertekstual
Bila anteseden terdapat sebelum pronomina, itu dikatakan
anaforis, sedangkan bila anteseden muncul sesudah pronomina, hal itu
disebut kataforis.
Contoh anaforis: Pak Arif sepupu Bapak. Rumahnya
dekat.
Bersifat kataforis:
Dengan gayanya yang berapi-api itu, Soekarno
berhasil menarik massa
(Nya
yang bersifat kataforis ini hanya bersifat intrakalimat).
b. Pronomina ekstratekstual, yang
menggantikan nomina yang terdapat di luar wacana, bersifat deiktis.
Contoh: Itu yang kukatakan.
2. Dilihat dari
jelas atau tidaknya referennya
a. Pronomina Taktrif
Pronomina taktrif yaitu
menggantikan nomina yang referennya jelas. Pronomina ini terbatas pada
pronomina persona.
1) Pronomina
persona I: saya, aku, kami, kita
2) Pronomina
II: kamu, kalian
3) Pronomina
III: dia, mereka
4) Pronomina
tak takrif, yaitu pronomina yang tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu.
Contoh: seseorang, barang siapa.
b. Pemakaian Pronomina
1) Dalam
ragam nonstandar jumlah pronomina lebih banyak daripada yang terdaftar
tersebut, karena pemakaian nonstandar tergantung dari daerah pemakaiannya.
2) Dalam
bahasa kuno juga terdapat pronomina, seperti baginda.
3) Semua
pronomina tersebut hanya dapat mengganti nomina orang, nama orang, atau hal
lain yang dipersonifikasikan.
Alisjahbana menulis beberapa buku.
Mereka tebal-tebal.
5. Numeralia
Numeralia adalah
kategori yang dapat 1) mendamping nomina dalam konstruksi sintaksis, 2)
mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, 3) tidak dapat bergabung
dengan tidak atau sangat.
Subkategorisasi:
a. Numeralia Takrif
Numeralia takrif yaitu numeralia yang menyatakan
jumlah yang tentu. Golongan ini terbagi atas:
1) Numeralia
utama (kardinal)
2) Bilangan
penuh, yaitu numeralia utama yang menyatakan jumlah tertentu. Dapat berdiri
tanpa bantuan kata lain. Contoh: satu, tiga. Numeralia utama dapat dihubungkan
langsung dengan satuan waktu, harga uang, ukuran, panjang, dan sebagainya.
3) Bilangan
pecahan, yaitu numeralia yang terdiri atas pembilang dan penyebut yang dibubuhi
dengan partikel per- misalnya: dua pertiga, lima perenam.
4) Bilangan
gugus, seperti likur: bilangan antara 20 dan 30, misalnya selikur: 21, dua
likur: 23.
b. Numeralia Tingkat
Adalah numeralia takrif yang melambangkan urutan dalam
jumlah dan berstruktur ke + Num. Contoh: Catatan ketiga sudah
diperbaiki.
c. Numeralia Kolektif
Adalah numeralia takrif yang berstruktur ke + Num,
ber- + N, ber- + NR, ber- + Num R atau Num + -an.
Contoh: Ribuan kaum buruh melakukan
demonstrasi.
d. Numeralia Tak Takrif
Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan
jumlah yang tak tentu. Misalnya berapa, sekalian, semua, segenap.
6. Adverbia
Adverbia adalah
kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam
konstruksi sintaksis. Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan, karena
adverbia merupakan konsep kategori, sedangkan keterangan merupakan konsep
fungsi. Bentuk adverbia:
a. Adverbia dasar bebas, contoh: alangkah, agak, akan,
belum, bisa.
b. Adverbia turunan, yang terbagi atas:
1)
Adverbia turunan yang tidak berpindah kelas terdiri dari:
-
Adverbia bereduplikasi, seperti
jangan-jangan, lagi-lagi
-
Adverbia gabungan, misalnya tidak
boleh tidak
2)
Adverbia turunan yang berasal dari pelbagai kelas:
c. Adverbia
berafiks, misalnya terlampau, sekali
d. Adverbia
dari kategori lain karena reduplikasi, misalnya akhir-akhir, sendiri-sendiri
e. Adverbia
de-ajektiva, misalnya awas-awas, benar-benar
f. Adverbia
denumeralia, misalnya dua-dua
g. Adverbia
deverbal, kira-kira, tahu-tahu
h. Adverbia
yang terjadi dari gabungan kategori lain dan pronomina, misalnya rasanya,
rupanya
i. Adverbia
deverbal gabungan, misalnya ingin benar, tidak terkatakn lagi
j. Adverbia de ajektival
gabungan, misalnya tidak lebih, kerap kali.
k. Gabunga
proses, misalnya : se- +A +-nya: sebaiknya
Subkategorisasi adverbial
dibagi dua, yaitu:
a. Adverbia intraklausal
yang berkontruksi dengan verba, ajektiva, numeralia, atau adverba lainnya,
contoh: masih, sudah, sungguh,
b. adverbia
ekstraklausal, secara sintaksis mempunyai kemungkinan untuk berpindah-pindah
posisi dan secara semantis mengungkapkan prihal atau tingkat proposisi secara
keseluruhan, contoh: bukan, justru, mungkin.
Pemakaian Adverbia dalam bahasa
Indonesia digunakan untuk menerangkan:
a.
Aspek, yaitu apakah suatu pekerjaan,
peristiwa, keadaan, atau sifat dapat berlangsung (duratif), sudah selesai
berlangsung (perfektif), belum selesai (imperfek), atau mulai berlangsung
(inkoatif).
b.
Modalitas, menerangkan sikap atau
suasana pembicara yang menyangkut pembicaraan, peristiwa, keadaan, atau sifat.
c.
Kuantitas, yaitu menerangkan
frekuensi atau jumlah terjadinya suatu peristiwa, keadaan, dan sifat.
d.
Kualitas, menerangkan sifat atau
nilai suatu perbuatan, peristiwa, keadaan, atau sifat.
7.
Interogativa
Interogativa adalah
kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang
ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui
pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang dikukuhkan itu disebut antesenden (ada di luar wacana)
dan karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
a. Interogativa
dasar: apa, bila, bukan, kapan, mana, masa.
b. Interogativa
turunan: apabila, apaan, apa-apaan, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa,
bilamana, bilakah, bukankah, dengan apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa,
mengapa, ngapain, siapa, yang mana, masakan.
c. Interogativa
terikat: kah dan tah.
Jenis dan Pemakainnya
1.
apa, digunakan
untuk:
a. menanyakan nomina
bukan manusia, misal:
Apa yang menyebabkan kau tidak menerimaku?
Apa yang dapat kulakukan untukmu?
b. menanyakan proposisi
yang jawabannya mungkin berlawanan, misal:
Apa emailku sudah kau baca? (Jawaban
bisa sudah atau belum).
c. mengukuhkan apa yang
telah diketahui pembicara, misal: Apa benar seperti itu?
d.
dalam kalimat retoris, misal: Apa pantas seorang
anak pejabat mencuri?
2. bila, digunakan
untuk menanyakan waktu, misal: Bila kekasihku datang?
3. kah, digunakan
untuk:
a. mengukuhkan bagian
kalimat yang diikuti oleh kah, misal: Mungkinkah kau jadi milikku?
b. menanyakan pilihan di
antara bagian-bagian kalimat yang didahului oleh kah, misal: Berlari atau
berenangkah temanmu itu?
c. dalam ragam standar
yang sangat resmi digunakan untuk melengkapi interogativa apa, mana, bagaimana,
beberapa, di mana, mengapa, siapa, misal: Siapakah yang akan menjadi teman
hidupku?
4. kapan, digunakan
untuk menanyakan waktu, misal: Kapan kau akan menikahiku?
5. mana, digunakan
untuk
a. menanyakan
salah seorang atau salah satu benda atau hal dari suatu kelompok atau kumpulan,
misal: Wanita mana yang akan kau pilih?
b. Menanyakan pilihan, misal: Dia
atau diriku?
6. tah, digunakan
dalam bahasa arkais untuk bertanya kepada diri sendiri, misal: Apalah dayaku
dengan ketidaksempurnaanku?
7. apabila, digunakan
dalam bahasa yang agak arkais untuk menanyakan waktu, misal: Apabila dia
melamarku?
8. apakala, digunakan
dalam bahasa yang arkais untuk waktu, sama dengan apabila.
9. apaan, digunakan
dalam ragam non-standar seperti halnya dengan apa; kadang-kadang dengan nada
yang meremehkan, misal: Makanan apaan itu?
10. apa-apaan, digunakan
dalam ragam non-standar untuk menanyakan tindakan, tanpa mengharap jawaban,
misal: Apa-apaan kau ini?
11. bagaimana, digunakan
untuk:
a. menanyakan
cara perbuatan, misal: Bagaimana caranya kau meyakinkanku?
b. menanyakan
akibat suatu tindakan, misal: Bagaimana kalau dia tidak datang?
c. meminta
kesempatan dari lawan bicara (diikuti kata kalau, misal: Bagaimana kalau
bulan madu kita ke Bali?
d. menanyakan
kualifikasi atau evaluasi atas suatu gagasan, misal: Bagaimana menurutmu?
12. berapa, digunakan
untuk menanyakan bilangan yang mewakili jumlah, ukuran, takaran, nilai, harga,
satuan, waktu, misal:
Berapa harga beras per kilo?
Berapa orang yang hadir dalam acara ini?
Berapa panjang jembatan yang baru di bangun itu?
13. betapa, digunakan
dalam bahasa yang arkais, seperti halnya bagaimana, misal: Betapa
bicaramu?
14. bilamana, digunakan
dalam ragam sastra untuk menanyakan waktu, misal: Bilamana
Indonesia merdeka?
15. bukan, digunakan
sesudah suatu pernyataan untuk mengukuhkan proposisi dalam pernytaan itu,
misal: Engkau jadi pergi, bukan?
16.
bukankah, digunakan
dalam awal kalimat untuk mengukuhkan proposisi, misal: Bukankah engkau
seorang dosen?
17.
di mana, digunakan
untuk menerangkan tempat, misal: Di mana rumah barumu?
18. kenapa, digunakan
untuk:
a. dalam ragam
non-standar untuk menanyakan sebab atau alasan (sama dengan mengapa), misal: Kenapa
ia rela melakukan itu padaku?
b. dalam ragam
non-standar untuk menanyakan keadaan, misal: Kenapa rambutmu?
19.
mengapa, digunakan
untuk menanyakan sebab, alasan, atau perbuatan, misal: Mengapa hari
ini kamu terlihat aneh?
20.
ngapain, digunakan
dalam bahasa non-standar untuk menanyakan sebab atau alasan, misal: Ngapain
kamu di sini?
21. siapa, digunakan
untuk:
a. menanyakan
nomina, insane, misal: Siapa dosen berbaju ungu itu?
b. menanyakan
nama orang, misal: Siapa nama ayah dan ibumu?
22. yang mana, digunakan
untuk menanyakan pilihan, misal: Yang mana hendak engkau pilih?
23. masakan/masa, digunakan
untuk menyatakan ketidakpercyaan dan sifatnya retoris, misal: Katanya dia
sudah pergi. Masa?
*Kata apa dalam kalimat tidak tahu aku apa yang mereka
cari bukan merupakan interogativa, tetapi pronominal.
*Kah tidak dipakai untuk melengkapi kata tanya yang
dipakai dalam ragam non-standar.
8. Demonstrativa
Demonstrativa adalah
kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu (antesenden) di dalam maupun di luar wacana. Dari sudut bentuk
dapat dibedakan berikut ini.
a. Demonstrativa
dasar (itu dan ini)
b. Demonstrativa
turunan (berikut, sekian)
c. Demonstrativa
gabungan (di sini, di situ, di sana, ini itu, sana sini)
Berdasarkan ada tidaknya antesenden dalam
wacana demonstrativa dibagi:
a.
Demonstrativa Intratekstual
(Endoforis)
Demonstrativa ini menunjukkan sesuatu yang terdapat
dalam dalam wacana dan bersifat ekstrakalimat. Demonstrativa ekstrakalimat
bersifat anaforis (itu, begitu, demikian, sekian, sebegitu, sedemikian) dan
kataforis (begini, berikut, sebagai berikut).
b.
Demonstrativa Ekstratekstual
(Eksoforis atau deiktis)
Demonstrativa ini menujukkan sesuatu yang ada di luar
bahasa, dan dapat dibagi atas jauh dekatnya antesenden dari pembicara, yaitu:
-
proksimal (dekat) sini
-
semi-proksimal (agak dekat) situ
-
distal (jauh) sana
*Jika demonstrativa-demonstrativa di atas digabungkan
dengan preposisi, maka akan terjadi gabungan kedua kelas itu dengan
klasifikasi:
‘diam’ ‘bergerak’
proksimal di sini ke sini dari
sini
semi-proksimal di situ ke
situ dari situ
distal di sana ke sana dari sana
*Gabungan ke sini bermakna sama dengan ke
mari (gabungan preposisi dan interjeksi). Demonstrativa seperti halnya
dengan nomina, pronominal, dan interogativa, dapat berdiri sendiri ataupun
dapat menjadi modifikator atau atribut dalam frasa, misalnya:
Ini cincinnya.
Cincin ini imitasi.
9.
Artikula
Artikula dalam bahasa
Indonesia adalah kategori yang mendampingi nomina dasar misalnya si kancil,
sang matahari, para pelajar, nomina deverbal (si terdakwa, si tertuduh),
pronominal (si dia, sang aku), dan verba pasif (kaum tertindas, si tertindas).
Artikula berupa partikel, jadi tidak berafiksasi.
Berdasarkan ciri semantis gramatikal artikula
dibedakan sebagai berikut.
a. Artikula
yang bertugas untuk mengkhususkan nomina singularis, jadi bermakna spesifikasi.
Artikula tersebut adalah:
|
Si
|
dapat
bergabung dengan nomina singularis, baik nomina persona, satwa maupun benda
ajektiva, pronominal, dan menyatakan ejekan, keakraban, dan personifikasi.
|
|
sang
|
digunakan
untuk meninggikan harkat kata yang didampinginya, biasanya bergabung dengan
nomina, baik persona, satwa, maupun benda yang menyatakanpersonifikasi
misalnya Sang Saka, Sang Merah Putih, sang juga
menyatakan maksud mengejek atau menghormati, misalnya sang suami, sang
guru, sang juara, dll.
|
|
sri
|
dipakai
untuk mengkhususkan orang yang sangat dihormati, misalnya Sri Baginda, Sri
Ratu, Sri Paus.
|
|
hang & dang
|
dipakai
untuk menerangkan nama pria dan wanita dalam sastra lama.
|
b.
Artikula yang bertugas untuk
mengkhususkan suatu kelompok, yaitu:
|
para
|
digunakan
untuk mengkhususkan kelompok, misalnya para guru, para mahasiswa, para
ibu, para hadirin.
|
|
kaum
|
digunakan
untuk mengkhususkan kelompok yang berideologi sama, misalnya kaum buruh,
kaum teroris, kaum wanita, kaum duafa.
|
|
umat
|
digunakan
untuk mengkhususkan kelompok yang berlatar belakang agama yang sama,
misalnya: umat Islam, umat Kristiani, umat manusia.
|
*Dalam karangan inidibedakan antara nomina deverbal
dengan verba pasif. Dalam bentuk si terdakwa prosesnya merupakan deverbalisasi,
baru digabung dengan artikel si, sedangkan dalam bentuk kaum
tertindas perubahan kelasnya tidak serapih itu. Yang terjadi bukan
deverbalisasi tertindas, melainkan perubahan kelas yang terjadi dalam gabungan si
+ tertindas.
*Gabungan antara artikula dengan verba pasif membentuk
nomina.
*Kaum dan umat merupakan artikula denominal.
Kaum Muslimin dan umat Islam merupakan frasa nominal (gabungan
nomina+nomina), tapi kemudian kata kaum dan umat dipisahkan dan
bergabung dengan kata-kata lain sehingga menjadi artikula.
10. Preposisi
Preposisi adalah
kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina) sehingga
terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada tiga jenis preposisi,
yaitu sebagai berikut.
a. Preposisi
dasar (tidak dapat mengalami proses morfologis).
b. Preposisi
turunan, terbagi atas:
- Gabungan
preposisi dan preposisi
- Gabungan
preposisi dan non-preposisi.
Bentuk-bentuk preposisi yang hampir serupa
dengan gabungan preposisi + preposisi dapat berpola:
preposisi + nomina lokal +
antara
atas
balik
bawah
di belakang
ke + dalam + nomina
atau frasa nomina lain.
dari dekat depan hadapan luar muka
Contoh: di atas gedung, di muka bumi, di tengah-tengah
kota
Ada gabungan preposisi + preposisi yang membentuk
pola frasa:
Preposisi1 + {} +preposisi2 + {}
Contoh:
Ia belanja dari toko ke toko.
Sejak dulu hinggasekarang aku
masih menunggu.
Dari Semarang sampaiJakarta ia
tempuh demi orangtaunya.
Antara saya dengan dia hanya
sahabat dekat saja.
3. Preposisi
yang berasal dari kategori lain (misalnya pada dan tanpa)
termasuk beberapa preposisi yang berasal dari kelas lain yang berafiks se- (selain,
semenjak, sepanjang, sesuai, dsb).
Preposisi
dalam Pemakaian
1. Parasanya
bak bidadari yang turun dari langit.
2. Demi
sesuap nasi ia meninggalkan anak dan istri ke negeri orang.
3. Selama
kekasihnya pergi, ia selalu sendiri.
4. Para
buruh demo karena gajinya tidak dibayarkan.
5. Menjelang
senja dikayuhnya perahu ke laut.
6. Mengingat
usia yang sudah tua, Ani tidak mau menunggu lama lagi untuk menikah.
7. Sebelum
tidur diceritakannya peri persahabatan antara kura-kura dank era.
8. Akibat
kemarau panjang banyak daerah kekeringan.
9. Sebenarnya
antara aku dan dia saling mencintai, tapi sama-sama tidak mau mengakui.
10. Tanpa
kehadirannya, aku tidak akan berangkat.
K. KONJUNGSI
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi
untuk meluaskan satuan lain dalam kontruksi hipotaktis, dan selalu
menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam kontruksi. Konjungsi
menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran.
Contoh:
1. Dia marah
karena saya.
2. Dia marah
karena saya meninggalkannya.
3. Adik saya
dua orang yaitu Adit dan Byan.
Dalam kalimat (a) karena merupakan preposisi,
karena diikuti oleh satuan kata sehingga merupakan konstruksi eksosentris,
sedangkan dalam kalimat (b) karena merupakan konjungsi, karena menghubungkan
klausa dengan klausa. Dalam kalimat (c) konjungsi yaitu berperan sebagai
penghubung klausa dan sekaligus berperan sebagai penunjuk anaforis. Contoh lain
adalah begitu dalam kalimat Begitu datang ia langsung menangis.
Di samping itu, terdapat beberapa konjungsi yang
merupakan gabungan se- + verba, misalnya sedatang, sehabis, selepas,
selagi, dan sebagainya. Konjungsi semacam ini mempunyai fungsi dan makna
gabungan konjungsi dan verba.
Menurut
posisinya konjungsi dibagi menjadi berikut ini.
1. Konjungsi Intra-kalimat, yaitu
konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan kata dengan kata, frasa dengan
frasa, atau klausa dengan klausa. Konjungsi itu yaitu:
2. Konjungsi Ektra-kalimat, yang
terbagi lagi atas:
a Konjungsi intratekstual, yaitu menghubungkan kalimat dengan
kalimat, atau paragraph dengan paragraph, yaitu:
|
akan
tetapi
apalagi
bahkan
biarpun
demikianbiarpun begitudan
dan lagi
dalam
pada itu
di samping
itu
itu pun
|
Kecuali
Kemudian
lagi
pula
lebih-lebih
lagi maka maka itu malah
malahan
mana lagi
mana pula
meskipun
begitu
|
meskipun
demikian oleh karena itusebaliknya sekalipun begitu sekalipun
demikian sebelumnya
selain itu
selanjutnya
sementara
itu
sesudah
itu
|
Sesungguhnya
setelah
itu sungguhpun demikian
sungguhpun
begitu
tambahan
lagi tambahan
pula
walaupun
demikian
|
b Konjungsi
ektratekstual, yang menghubungkan dunia di luar bahasa dengan
wacana, yaitu:
|
Adapun
Alkisah
arkian
|
Begitu
Hattah
ubaya-hubaya
|
Maka
maka itu
mengenai
|
Sebermula
Syahdan
omong-omong
(non-standar)
teringatnya
|
Tugas konjungsi sesuai
dengan makna satuan-satuan yang dihubungkan oleh konjungsi dibedakan sebagai
berikut.
1.
Penambahan, misalnya: dan, selain,
tambahan lagi, bahkan.
2.
Urutan, misalnya: lalu, lantas,
kemudian.
3.
Pilihan, misalnya: atau, entah …
entah.
4.
Gabungan, misalnya: baik … maupun.
5.
Perlawanan, misalnya: tetapi, hanya,
sebaliknya.
6.
Temporal, misalnya: ketika, setelah
itu.
7.
Perbandingan, misalnya: sebagaimana,
seolah-olah.
8.
Sebab, misalnya: karena, lantaran.
9.
Akibat, misalnya: sehingga,
sampai-sampai.
10. Syarat,
misalnya: jikalau, asalkan.
11. Tak
bersyarat, misalnya: meskipun, biarpun.
12. Pengandaian,
misalnya: andai kata, sekiranya.
13. Harapan,
misalnya: andai kata, sekiranya, seumpama.
14. Perluasan,
misalnya: yang, di mana, tempat.
15. Pengantar
obyek, misalnya: bahwa, yang.
16. Cara,
misalnya: sambil, seraya.
17. Perkecualian,
misalnya: kecuali, selain.
18. Pengantar
wacana, misalnya: sebermula, adapun, maka.
*Konstruksi hipotaktis adalah frasa gabungan
atau klausa gabungan yang secara lahiriah mempergunakan penghubung, sedangkan
yang tidak menggunakan penghubung disebut konstruksi parataktis.
Pemakaian konjungsi, misalnya:
1.
Kamu harus rajin belajar agar dapat
lulus ujian.
2.
Jangan berunding karenaketakutan,
akan tetapi jangan takut untuk berunding.
3.
Bertambah lama dipandang, bertambah
cantik saja parasnya.
4.
Dia atau diriku yang kau pilih?
5.
Andaikata aku orang kaya, aku akan
keliling dunia bersamamu.
6.
Kau boleh pergi asal jangan pulang
terlalu malam.
7.
Baik mahal ataupun murah tidak akan
kubeli.
8.
Berhubung sudah terlambat maka saya
terburu-buru berangkat ke kampus.
9.
Jangankan bunga, emas pun tidak akan
kuterima darimu.
10. Kendatipun
engkau berada jauh, aku akan tetap merindukanmu.
L. KATEGORI
FATIS
Kategori fatis adalah
kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi
antara pembicara dan lawan bicara. Kelas kata ini terdapat dalam dialog atau
wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan
kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam bahasa lisan
(non-standar) sehingga kebanyakan kalimat-kalimat non-standar banyak mengandung
unsur-unsur daerah atau dialek regional.
Bentuk-bentuk fatis misalnya di awal kalimat Kok
kamu melamun?, di tengah kalimat, misalnya Dia kok bisa ya menulis puisi
seindah ini?, dan di akhir kalimat, misalnya Aku juga kok! Kategori
fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh, atau selamat,
dan wujud bentuk terikat, misalnya –lah atau pun.
Bentuk dan Jenis Kategori Fatis, dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Partikel dan Kata Fatis
a. ah,
menekankan rasa penolakan atau rasa acuh tak acuh, misalnya:
“Ayo ah kita pergi!”, “Ah yang benar saja kau!”
b. ayo,
menekankan ajakan, misalnya: “Ayo kita pergi!”, “Kita pergi yo!”
Ayo mempunyai variasi yo bila
diletakkan di akhir kalimat. Ayo juga bervariasi dengan ayuk dan ayuh.
c. deh,
digunakan untuk menekankan:
1) pemaksaan
dengan membujuk, misalnya: “Makan deh, jangan malu-malu!”
2) pemberian
persetujuan, misalnya: “Boleh deh!”
3) pemberian
garapan, misalnya: “Makanan dia enak deh!”
4) sekadar
penekanan, misalnya: “Jadi benci deh sama dia!”
d. dong,
digunakan untuk:
1) Menghaluskan
perintah, misalnya: “Bagi dong kuenya!”
2) Menekankan
kesalahan lawan bicara, misalnya: “Ya jelas dong!”
e. ding,
menekankan pengakuan kesalahan pembicara, misalnya: “Eh, iya ding salah!”
f. halo,
digunakan untuk:
1)
Memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon, misalnya: “Halo?”
2) Menyalami kawan
bicara yang dianggap akrab, misalnya: “Halo, lama tak jumpa?”
g. kan,
apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan
kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan tugasnya ialah menekankan
pembuktian, misalnya: “Kan dia sudah tahu!”, “Bisa saja kan?”
Apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga
bersifat menekankan pembuktian atau bantahan, misalnya: “Tadi kan sudah
dikasih tahu!”
h. kek,
mempunyai tugas:
1) menekankan
pemerincian, misalnya: “Elu kek, gue kek, sama saja.”
2) menekankan
perintah, misalnya: “Cepetan kek, kenapa sih?”
3) menggantikan
kata saja, misalnya: “Elu kek yang pergi!”
i. kok,
menekankan alasan dan pengingkaran, misalnya: “Saya cuma ketiduran sebentar
kok!”, “Kok begitu sih?”, “Dia kok yang ambil bukuku!”
kok dapat juga bertugas sebagai
pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat,
misalnya: “Kok sakit-sakit pergi juga?”
j. –lah,
menekankan kalimat imperatif, dan penguat sebutan dalam kalimat, misalnya: “Tutuplah
pintu kamar itu!”, “Biar sayalah yang pergi.”
k. lho,
bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan
kekagetan, misalnya: “Lho, kok jadi gini sih?”
Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho
bertugas menekankan kepastian, misalnya: “Saya juga mau lho.”
l. mari,
menekankan ajakan, misalnya: “Mari makan.”
m. nah,
selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara
mengalihkan perhatian ke hal lain, misalnya: “Nah, sekarang bacalah cerpen
ini!”
n. pun,
selalu terletak pada ujung konstituen pertama dan bertugas menonjolkan bagian
tersebut, misalnya: “Membaca pun ia tidak bisa.”
o. selamat,
diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang
baik, misalnya: “Selamat ya, tulisanmu dimuat lagi di koran.”
p. sih,
memiliki tugas:
1)
menggantikan tugas –tah dan
–kah, misalnya: “Apa sih maunya itu orang?”
2)
sebagai makna ‘memang’ atau ‘sebenarnya’, misalnya: “Bagus sih bagus, tapi harganya selangit!”
3) menekankan alasan,
misalnya: “Abis dia nakal sih!”
q. toh,
bertugas menguatkan maksud, ada kalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi,
misalnya: “Saya toh tidak merasa bersalah.”
r. ya,
bertugas:
1) mengukuhkan
atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan bicara, bila dipakai pada awal
ujaran, misalnya: “Ya aku mencintaimu.”
2) minta
persetujuan atau pendapat kawan bicara, bila dipakai pada akhir ujaran,
misalnya: ”Jangan pergi ya?”, “Ke mana ya?”
s. yah,
digunakan pada awal atau tengah-tengah ujaran, tapi tidak pernah di akhir
ujaran untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang
diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila
dipakai pada awal ujaran: atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi
konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila dipakai di tengah ujaran, misalnya: “Yah,
apa aku bisa melakukannya?”
2. Frase
Fatis
a. frase
dengan selamat digunakan untuk memulai dan mengakhiri interaksi antara
pembicara dan lawan bicara sesuai dengan keperluan dan situasinya, misalnya:
selamat pagi selamat malam selamat
jalan
selamat siang selamat tidur selamat
makan
selamat sore selamat jumapa selamat
berulang tahun
b. terima
kasih digunakan setelah pembicara merasa mendapatkan sesuatu dari kawan
bicara.
c. turut
berduka cita digunakan sewaktu pembicara menyampaikan bela sungkawa.
d assalamu’alaikum
digunakan pada waktu pembicara memulai interaksi.
e. wa’alaikumsalam
digunakan untuk membalas kawan bicara yang mengucapkan assalamu’alaikum.
f. insya
Alloh diucapkan oleh pembicara ketika menerima tawaran mengenai sesuatu
dari kawan bicara.
Selain frase fatis dalam ragam tulis, ada pula frase
fatis ragam lisan, misalnya:
g. dengan
hormat digunakan penulis pada awal surat
h. hormat
saya, salam takzim, wassalam digunakan penulis pada akhir surat.
M. INTERJEKSI
Interjeksi adalah
kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara: dan secara sintaksis
tidak berhubungan dengan kata-katalain dalam ujaran. Interjeksi bersifat
ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau
berdiri sendiri.
Interjeksi dapat
ditemui dalam:
1. Bentuk dasar, yaitu: aduh,
aduhai, ah, ahoi, ai, amboi, asyoi, ayo, bah, cih, cis, eh, hai, idih, ih, lho,
oh, nak, sip, wah, wahai, yaaa.
2. Bentuk tururnan, biasanya
berasal dari kata-kata biasa, atau pengalan kalimat Arab, contoh: alhamdulillah,
astaga, brengsek, buset, dubilah, duilah, insya Alloh, masyallah, syukur, halo,
innalillahi, yahud.
Jenis interjeksi dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Interjeksi
seruan atau panggilan minta perhatian: ahoi, ayo, eh, halo, hai, he, sst,
wahai.
2. Interjeksi
keheranan atau kekaguman: aduhai, ai, amboi, astaga, asyoi, hm, wah, yahud.
3. Interjeksi
kesakitan: aduh.
4. Interjeksi
kesedihan: aduh.
5. Interjeksi
kekecewaan dan sesal: ah, brengsek, buset, wah, yaa.
6. Interjeksi
kekagetan: lho, masyaallah, astaghfirullah.
7. Interjeksi
kelegaan: Alhamdulillah, nah, syukur.
8. Interjeksi
kejijikan: bah, cih, cis, hii, idih, ih.
N. PERTINDIHAN
KELAS
Kategori kata sebagaimana disajikan di atas belum
dapat dianggap selesai kalau belum memecahkan persoalan yang terdapat dalam
contoh berikut:
1. Kucing saya mati
kemarin.
2. Mati itu
bukan akhir segalanya.
3. Ini harga mati.
Dalam menghadapi kenyataan tersebut
dapat mengambil tiga jalan; yang pertama, menggolongkan contoh pertama atas
tiga kategori, yaitu:
Mati1 sebagai verba intransitif
Mati2 sebagai nomina
Mati3 sebagai verba intransitif
(atributif)
Dasarnya ialah pendirian bahwa fungsi gramatikal tidak
dapat dipergunakan sebagai ciri kelas kata, jadi subyek tidak bisa dipakai
sebagai ciri nomina atau prediakt sebagai ciri verba.
Komentar
Posting Komentar